Halaman

Jumat, 17 Juni 2016

PERTAMBANGAN

Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas). Sektor pertambangan, khususnya pertambangan umum, menjadi isu yang menarik khususnya setelah Orde Baru mulai mengusahakan sektor ini secara gencar. Pada awal Orde Baru, pemerintahan saat itu memerlukan dana yang besar untuk kegiatan pembangunan, di satu sisi tabungan pemerintah relatif kecil, sehingga untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah mengundang investor-investor asing untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya di Indonesia. Adanya kegiatan pertambangan ini mendorong pemerintah untuk mengaturnya dalam undang-undang (UU). UU yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan, UU No. 11/1967 tentang Pokok-pokok Pengusahaan Pertambangan. Dalam UU tersebut pemerintah memilih mengembangkan pola Kontrak Karya (KK) untuk menarik investasi asing. Berdasarkan ketentuan KK, investor bertindak sebagai kontraktor dan pemerintah sebagai prinsipal. Di dalam bidang pertambangan tidak dikenal istilah konsesi, juga tidak ada hak kepemilikan atas cadangan bahan galian yang ditemukan investor bila eksploitasi berhasil. Berdasarkan KK, investor berfungsi sebagai kontraktor.
Indonesia dikenal sebagai penghasilkan beberapa jenis pertambangan, antara lain pertambangan minyak dan gas bumi; logam-logam mineral seperti timah putih, emas, nikel, tembaga, mangan, air raksa, besi, belerang dan lain-lain. Sementara bahan organik seperti batu bara, sedangkan batu berharga berupa intan dan lain-lain.
Pembangunan dan pengelolaan bidang pertambangan perlu diserasikan dengan bidang energi dan bahan bakar serta dengan pengembangan wilayah, disertai dengan peningkatan pengawasan yang menyeluruh. Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara bijaksana baik untuk keperluan ekspor maupun untuk penggunaan dalam negeri serta kemampuan penyediaan energi secara strategis dan jangka panjang. Hal ini disebabkan minyak bumi sebagai sumber pemakaian energy yang penggunaannya terus meningkat, sedangkan jumlahnya terbatas. Oleh karena itu  perlu adanya pengembangan sumber-sumber energy lainnya seperti batu bara, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir dan sebagainya. Ruang lingkup pertambangan yang begitu luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi, eksploitasi sumber energy dan mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan asil tambang dan mungkin sampai  penggunaan bahan yang bisa mengakibatkan gangguan pada lingkungan, maka diperlukan pengawasan dan pengendalian lingkungan akibat pertambangan.
Berikut merupakan penjelasan mengenai masalah-masalah yang disebabkan oleh pembangunan pertambangan. Selain itu juga penjelasan mengena masalah pertambangan ini akan disertai dengan penjelasan mengenai cara pengolahan pertambangan, kecelakaan di pertambangan, penyehatan lingkungan pertambangan serta pencemaran dan penyakit-penyakit yang timbul akibat pembanguna pertambangan. Penyusuna penjelasan tersebut dilakukan untuk upaya menghindari ataupun meminimalkan  terjadinya pencemaran dan gangguan keseimbangan ekosistem baik di lingkungan pertambangan maupun luar pertambangan.

I. Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energi
Belakangan ini, hampir semua kebutuhan energi manusia diperoleh dari konversi sumber energi fosil, misalnya pembangkitan listrik dan alat transportasi yang menggunakan energi fosil sebagai sumber energinya. Secara langsung atau tidak langsung hal ini mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan makhluk hidup karena sisa pembakaran energi fosil ini menghasilkan zat-zat pencemar yang berbahaya.
Pencemaran udara terutama di kota-kota besar telah menyebabkan turunnya kualitas udara sehingga mengganggu kenyamanan lingkungan bahkan telah menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurunnya kualitas udara tersebut terutama disebabkan oleh penggunaan bahan bakar fosil yang tidak terkendali dan tidak efisien pada sarana transportasi dan industri yang umumnya terpusat di kota-kota besar, disamping kegiatan rumah tangga dan kebakaran hutan.
Hasil penelitian dibeberapa kota besar (Jakarta, Bandung, Semarang dan Surabaya) menunjukan bahwa kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara. Hasil penelitian di Jakarta menunjukan bahwa kendaraan bermotor memberikan kontribusi pencemaran CO sebesar 98,80%, NOx sebesar 73,40% dan HC sebesar 88,90% (Bapedal, 1992).
Secara umum, kegiatan eksploitasi dan pemakaian sumber energi dari alam untuk memenuhi kebutuhan manusia akan selalu menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (misalnya udara dan iklim, air dan tanah). Selain menghasilkan energi, pembakaran sumber energi fosil (misalnya: minyak bumi, batu bara) juga melepaskan gas-gas, antara lain karbon dioksida (CO2), nitrogen oksida (NOx),dan sulfur dioksida (SO2) yang menyebabkan pencemaran udara (hujan asam, smog dan pemanasan global). Emisi NOx (Nitrogen oksida) adalah pelepasan gas NOx ke udara. Di udara, setengah dari konsentrasi NOx berasal dari kegiatan manusia (misalnya pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik dan transportasi), dan sisanya berasal dari proses alami (misalnya kegiatan mikroorganisme yang mengurai zat organik). Di udara, sebagian NOx tersebut berubah menjadi asam nitrat (HNO3) yang dapat menyebabkan terjadinya hujan asam. Emisi SO2 (Sulfur dioksida) adalah pelepasan gas SO2 ke udara yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan peleburan logam. Seperti kadar NOx di udara, setengah dari konsentrasi SO2 juga berasal dari kegiatan manusia. Gas SO2 yang teremisi ke udara dapat membentuk asam sulfat (H2SO4) yang menyebabkan terjadinya hujan asam.
Hujan asam menyebabkan tanah dan perairan (danau dan sungai) menjadi asam. Untuk pertanian dan hutan, dengan asamnya tanah akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi. Untuk perairan, hujan asam akan menyebabkan terganggunya makhluk hidup di dalamnya. Selain itu hujan asam secara langsung menyebabkan rusaknya bangunan (karat, lapuk). Smog merupakan pencemaran udara yang disebabkan oleh tingginya kadar gas NOx, SO2, O3 di udara yang dilepaskan, antara lain oleh kendaraan bermotor, dan kegiatan industri. Smog dapat menimbulkan batuk-batuk dan tentunya dapat menghalangi jangkauan mata dalam memandang.
Emisi CO2 tersebut menyebabkan kadar gas rumah kaca di atmosfer meningkat, sehingga terjadi peningkatan efek rumah kaca dan pemanasan global. CO2 tersebut menyerap sinar matahari (radiasi inframerah) yang dipantulkan oleh bumi sehingga suhu atmosfer menjadi naik. Hal tersebut dapat mengakibatkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.

II. Cara Pengolahan Pembangunan Pertambangan
Sumber daya bumi ini di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan dan untuk ini perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para ahli agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis. Pembangunan ekologi dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil peretambangan dan untuk dapat memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangaunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas.
Segala pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu  pertimbangan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan dan sedapat mungkin dievaluasi sehingga segala kerusakkan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindarkan atatu dikurangi, sebab melindungi lingkungna lebih mudah dari pada memperbaiki. Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan pengelolahan dan penggunaannya  harus hati-hati dan seefisien mungkin. Harus dapat tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.
Dampak negatif terhadap lingkungan akibat pembangunan pertambangan tentunya pasti ada. Tetapi tentunya dampak tersebut dapat diminimalkan dengan adaanya cara atau pun aturan yang menjadi panduan dalam  pembangunan pertambangan. Cara pengolahan pembangunan pertambangan yang lebih lengkap da jelas yaitu aturan yang telah ditetapkan okeh pemerintah yang terdapat dalam keputusan  menteri pertambangan dan energi nomor 523 K/201/MPE/1992. Penjelasan lebih lengkap silakan lihat di link

III.       Kecelakaan di Pertambangan
Salah satu karakteristik industri pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan memiliki risiko yang besar. Salah satu risiko yang dihadapi adalah kecelakaan. Ribuan orang mati akibat kecelakaan tambang setiap tahun. Pada saat ini, kecelakaan paling banyak terjadi di negara berkembang (khususnya China) dan pedalaman negara maju. Kecelakaan merupakan masalah bagi kelangsungan usaha pertambangan
Kerugian yang diderita tidak hanya berupa kerugian materi yang besar namun lebih dari itu adalah timbulnya korban jiwa yang tidak sedikit jumlahnya. Kehilangan sumber daya manusia ini merupakan kerugian yang sangat besar karena manusia adalah satu-satunya sumber daya yang tidak dapat digantikan oleh teknologi apapun. Dalam jangka waktu 5 tahun, Indonesia telah berhasil menurunkan secara signifikan frekuensi rate (FR) kecelakaan tambang. Pada tahun 2006, FR kecelakaan tambang Indonesia adalah sebesar 1,00, kemudian turun secara bertahap menjadi 0,70 pada tahun 2007, 0,68 pada tahun 2008, 0,69 pada tahun 2009 dan 0,40 pada tahun 2010. Disisi lain, jumlah produksi batubara dan mineral meningkat secara signifikan. Total produksi batubara Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 196.538.000 ton meningkat menjadi 216.930.000 ton pada tahun 2007, 240.000.000 ton pada tahun 2008, 259.999.112,53 ton pada tahun 2009, dan 275.000.000 ton pada 2010. Begitu pula produksi mineral Indonesia, seperti tembaga, emas, perak, bijih nikel, Ni+CO in matte, Feronikel, Bauksit dan bijih besi meningkat secara signifikan.
Salah satu kunci keberhasilan penurunan FR kecelakaan tambang tersebut adalah adanya peningkatan kompetensi pengawas, baik pengawas pemerintah melalui Inspektur Tambang maupun pengawas yang ada di perusahaan. Sejak tahun 2002 hingga tahun 2010, 307 aparat pemerintah baik yang ada di pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten telah lulus dalam Diklat Teori dan Praktik Kompetensi Pengawas Pertambangan. Pada perusahaan, sejak tahun 2003 dikembangkan Kompetensi Pengawas Operasional secara berjenjang, yaitu Pengawas Operasional Pertama (POP) bagi frontline supervisor, Pengawas Operasional Madya (POM) bagi middle management, dan Pengawas Operasional Utama (POU) bagi top management.
Kemudian, selain lulus dalam Kompetensi POU, Kepala Teknik Tambang yang merupakan seseorang yang memimpin dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya peraturan perundang-undangan K3 pada suatu wilayah kegiatan usaha pertambangan harus orang yang berada pada posisi tertinggi di lapangan/site. Sejak tahun 2004 sampai tahun 2010, 13.522 frontline supervisor telah lulus Kompetensi POP, 3.258 middle management telah lulus Kompetensi POM dan 823 top management telah lulus Kompetensi POU.
Berdasarkan pengalaman diatas maka kecelakaan di lokasi pertambangan dapar diminimalkan dengan antisipasi yang tepat sesuai kebutuhan dari masing-masing perusahaan. Berikut merupakan bebarap car untuk meminimalkan resiko kecelakaan di pertambangan:
  1. Memperhatikan intruksi prosedur penggunaan alat berat (khususnya yg menggunakan alat-alat berat).
  2. Melakukan pengecekan alat secara berkala.
  3. Perilaku para operator alat haruslah dalam kondisi baik.
  4. Mengikuti intruksi prosedur penggunaan alat berat.
  5. Kondisi linkungan haruslah mendukung.
  6. Alat kerja yang memenuhi standar.
  7. Kondisi Pekerja itu sendiri.
  8. Bila itu sudah terpenuhi angka Kecelakaan dalam pekerjaan pun bisa di minimalisirkan dan lain-lain.

IV. Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
  1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar.
  2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan.
  3. Pengendalian dampak risiko lingkungan.
  4. Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan (Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan dampak kesehatan. Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa  kegiatan yang dilaksanakan yakni penyediaan air bersih dan sanitasi.
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi. Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO, UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan penyediaan air bersih dan sanitasi. Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan).

V. Pencemaran dan Penyait-Penyakit Yang Mungkin Timbul
Berikut dibawah ini merupakan pencemaran dan penyekit-penyakit yang mungkin timbul dari aktivitas pertambangan:
  1. Pembukaan lahan secara luas, dalam masalah ini biasanya investor membuka lahan besar-besaran,ini menimbulkan pembabatan hutan di area tersebut. Di takutkan apabila area ini terjadi longsor banyak memakan korban jiwa.
  2. Menipisnya SDA yang tidak bisa diperbarui, hasil petambangan merupakan Sumber Daya yang Tidak Dapat diperbarui lagi. Ini menjadi kendala untuk masa-masa yang akan datang. Dan bagi penerus atau cicit-cicitnya.
  3. Masyarakat dipinggir area pertambangan menjadi risih, biasanya pertambangan membutuhkan alat-alat besar yang dapat memecahkan telinga. Dan biasanya kendaraan berlalu-lalang melewati jalanan warga. Dan terkadang warga menjadi kesal.
  4. Pembuangan limbah pertambangan yang tidak sesuai tempatnya, seperti yang kita ketahui banyak pertambangan banyak membuang limbahnya tidak sesuai tempatnya. Biasanya mereka membuangnya di kali,sungai,ataupun laut. Limbah tersebut tak jarang dari sedikit tempat pertambangan belum di filter. hal ini mengakibatkan rusaknya di sektor perairan.
  5. Pencemaran udara atau polusi udara, di saat pertambangan memerlukan api untuk meleburkan bahan mentah,biasanya penambang tidak memperhatikan asap yang di buang ke udara. Hal ini mengakibatkan rusaknya ozon.  Penanaman modal untuk pertambangan terhitung milyaran ataupun trilyunan. Sedangkan area pertambangan di Indonesia tersebar dimana-mana. Investor-investor yang menanamkan modalnya biasanya takut bangkrut,dikarenakan rupiah sangat kecil nilainya.

DAFTAR PUSTAKA

Santoso, Budi, 1999. Ilmu Lingkungan Industri, Gunadarma, Jakarta.
http://www.kamase.org
http://data.menkokesra.go.id/content/program-penyehatan-lingkungan
http://daniuciha90.blogspot.com/2010/01/tugas-v-class.html
http://www.esdm.go.id/berita/umum/37-umum/4241-penurunan-frekuensi-rate-fr-kecelakaan-tambang-di-indonesia.html
http://www.konsultank3.com/pdf/faktor-penyebab-akibat-kerja.html

http://www.hukum.unsrat.ac.id/men/mentamben_523_1992.pdf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar