HAK CIPTA
A. Pengertian Hak Cipta
Hak Cipta merupakan salah satu jenis Hak Kekayaan
Intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari Hak kekayaan
Intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas
penggunaan invensi) karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukan.
Hak Cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak
Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi
tertentu. Pada dasarnya Hak cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”.
Hak Cipta juga dapat memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi
penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umunya pula hak cipta memiliki
masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada berbagai jenis
karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”.
Konsep hak cipta di Indonesia merupakan
terjemahan dari konsep copyright dalam bahasa Inggris (secara
harafiah artinya “hak salin”).Copyright ini diciptakan sejalan dengan
penemuan mesin cetak.
Sebelum penemuan mesin ini oleh Gutenberg, proses untuk
membuat salinan dari sebuah karya tulisan memerlukan tenaga dan biaya yang
hampir sama dengan proses pembuatan karya aslinya. Sehingga, kemungkinan besar
para penerbitlah, bukan para pengarang, yang pertama kali meminta perlindungan hukum terhadap karya cetak
yang dapat disalin.
Awalnya, hak monopoli tersebut diberikan langsung kepada
penerbit untuk menjual karya cetak. Baru ketika peraturan hukum tentangcopyright mulai
diundangkan pada tahun 1710 dengan Statute
of Anne di Inggris, hak tersebut diberikan ke pengarang, bukan
penerbit. Peraturan tersebut juga mencakup perlindungan kepada konsumen yang
menjamin bahwa penerbit tidak dapat mengatur penggunaan karya cetak tersebut
setelah transaksi jual beli berlangsung. Selain itu, peraturan tersebut juga
mengatur masa berlaku hak eksklusif bagi pemegang copyright, yaitu selama
28 tahun, yang kemudian setelah itu karya tersebut menjadi milik umum.
Sementara itu berdasarkan pasal 5 sampai dengan pasal 11
unndang – undang nomor 19 tahun 2002 tentang hak cipta yang dimaksud pencipta
adalah sebagai berikut :
Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri
yang diciptakan dua atau lebih, yang dianggap sebagai pencipta adalah orang
yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan itu dalam hal tidak
ada orang tersebut yang dianggap sebagai pencipta adalah orang yang
menghimpunnya dengan tidak mengurangi hak cipta masing – masing atas bagian
ciptaannya sendiri.
Jika suatu ciptaan yang dirancang seseorang diwujudkan dan
dikerjakan oleh orang lain dibawah pimpinan dan pengawasan orang yang
merancang, penciptanya adalah orang yang merancang ciptaan itu.
Pemegang Hak cipta adalah pihak yang untuk dan dalam
dinasnya ciptaan itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian anatar kedua pihak
dengan tidak mengurangi hak pencipta apabila penggunaan ciptaan itu diperluas
sampai keluar hubungan dinas.
Jika suatu ciptaan dibuat ddalam hubungan kerja atau
berdasarkan pesanan pihak yang membuat karya cipta itu dianggap sebagai
pencipta dan pemegang hak cipta, kecuali apabila diperjanjikan lain antara
kedua pihak
Jika suatu badan hukum mengumumkan bahwa ciptaan berasal
dari padanya dengan tidak menyebutkan seseorang sebagai penciptanya, badan
hukum tersebut dianggap sebagai penciptanya, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
1. Hak eksklusif
Yang dimaksud dengan “hak eksklusif” dalam hal ini adalah
bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang bebas melaksanakan hak cipta tersebut,
sementara orang atau pihak lain dilarang melaksanakan hak cipta tersebut tanpa
persetujuan pemegang hak cipta.
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan kepada
pemegang hak cipta adalah hak untuk:
membuat salinan atau reproduksi ciptaan dan menjual hasil
salinan tersebut (termasuk, pada umumnya, salinan elektronik),
mengimpor dan mengekspor ciptaan,
menciptakan karya turunan atau derivatif atas ciptaan
(mengadaptasi ciptaan),
menampilkan atau memamerkan ciptaan di depan umum,
menjual atau mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang
atau pihak lain.
2.Hak ekonomi dan hak moral
Hak Ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi
atas ciptaan,
Hak Moral adalah hak yang melekat pada diri pencipta atau
pelaku (seni, rekaman, siaran) yang tidak dapat dihilangkan dengan alasan apa
pun, walaupun hak cipta atau hak terkait telah dialihkan
Contoh pelaksanaan hak moral adalah pencantuman nama
pencipta pada ciptaan, walaupun misalnya hak cipta atas ciptaan tersebut sudah
dijual untuk dimanfaatkan pihak lain. Hak moral diatur dalam pasal 24–26
Undang-undang Hak Cipta.
- Perolehan Hak Cipta
Pada umumnya, suatu ciptaan haruslah memenuhi standar
minimum agar berhak mendapatkan hak cipta, dan hak cipta biasanya tidak berlaku
lagi setelah periode waktu tertentu (masa berlaku ini dimungkinkan untuk
diperpanjang pada yurisdiksi tertentu).
- Pendaftaran hak cipta di Indonesia
Di Indonesia, pendaftaran ciptaan bukan merupakan suatu
keharusan bagi pencipta atau pemegang hak cipta, dan timbulnya perlindungan
suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena
pendaftaran. Namun demikian, surat pendaftaran ciptaan dapat dijadikan sebagai
alat bukti awal di pengadilan apabila
timbul sengketa di kemudian hari terhadap ciptaan. Sesuai yang diatur pada bab
IV Undang-undang Hak Cipta, pendaftaran hak cipta diselenggarakan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), yang kini berada di
bawah [Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia]]. Pencipta atau pemilik hak
cipta dapat mendaftarkan langsung ciptaannya maupun melalui konsultan HKI.
Permohonan pendaftaran hak cipta dikenakan biaya (UU 19/2002 pasal 37 ayat 2).
Penjelasan prosedur dan formulir pendaftaran hak cipta dapat diperoleh di
kantor maupun situs web Ditjen
HKI. “Daftar Umum Ciptaan” yang mencatat ciptaan-ciptaan terdaftar dikelola
oleh Ditjen HKI dan dapat dilihat oleh setiap orang tanpa dikenai biaya.
- Lisensi Hak Cipta
Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta
atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau
memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
- Jangka waktu perlindungan hak cipta
Hak cipta berlaku dalam jangka waktu berbeda-beda
dalam yurisdiksi yang
berbeda untuk jenis ciptaan yang berbeda. Masa berlaku tersebut juga dapat
bergantung pada apakah ciptaan tersebut diterbitkan atau tidak
diterbitkan.
Di Indonesia, jangka waktu perlindungan hak cipta secara
umum adalah sepanjang hidup penciptanya ditambah 50
tahun atau 50 tahun setelah pertama kali diumumkan atau
dipublikasikan atau dibuat, kecuali 20 tahun setelah pertama kali disiarkan
untuk karya siaran, atau tanpa batas waktu untuk hak moral pencantuman nama
pencipta pada ciptaan dan untuk hak cipta yang dipegang oleh Negara atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang
menjadi milik bersama (UU 19/2002 bab III dan pasal 50).
- Yang Dapat Dilindungi Dalam Hak Cipta
Ciptaan yang dapat dilindungi hak cipta di Indonesia adalah
ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang mencakup :
Buku, program, dan semua hasil karya tulis lainnya.
Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan
itu.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan
ilmu pengetahuan
Lagu atau musik dengan atau tanpa seks
Drama atau drama musical, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar,
seni ukir, seni klagrafi, seni pahat dll.
Arsitektur
Peta
Seni batik
Sinema tografi
Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan
lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari
pilihan), dan database dilindungi
sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU
19/2002 pasal 12).
Sementara itu yang tidak ada hak ciptanya yaitu :
Hasil rapat terbuka lembaga – lembaga negara
Peraturan perundang – undangan
Pidato kenegaraan / pejabat pemerintah
Putusan pengadilan atau penetapan haki
Keputusan badan arbitrase / lainnya.
v Penegakan hukum atas hak cipta
Penegakan hukum atas hak cipta biasanya dilakukan oleh
pemegang hak cipta dalam hukum perdata, namun ada
pula sisi hukum
pidana. Sanksi pidana secara umum dikenakan kepada aktivitas pemalsuan yang
serius, namun kini semakin lazim pada perkara-perkara lain.
Dalam ketentuan Hukum Pidana berikut ini adalah pasal –
pasal yang telah ditetapkan oleh pemerintah, bagi orang – orang yang melanggar
hak cipta :
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara masing – masing paling singkat 1 (satu) bulan
dan atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) atau pidana
penjara paling lama 7 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah)
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipenjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak
penggunaan untuk kepentingan komersil suatu Program Komputer dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000
(lima ratus juta rupiah).
Selain itu di Indonesia masalah hak cipta juga diatur dalam
Undang – undang yaitu, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa hak cipta adalah “hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberika izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan –
pembatasan menurut peraturan perundang – undangan yang berlaku”. Hak Eksklusif
disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan
kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta,
apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup
ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau
teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut, sebagai
contoh, hak cipta yang berkaitan dengan Tokoh kartun anak – anak melarang
salinan kartun tersebut atau menciptakan tokoh tersebut, namun tidak melarang
penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh secara umum.
- Asosiasi Hak Cipta di Indonesia
Asosiasi Hak Cipta di Indonesia antara lain:
KCI
: Karya Cipta Indonesia
ASIRI
: Asosiasi Industri Rekaman Indonesia
ASPILUKI : Asosiasi Piranti Lunak
Indonesia
APMINDO : Asosiasi Pengusaha Musik
Indonesia
ASIREFI : Asosiasi
Rekaman Film Indonesia
PAPPRI
: Persatuan Artis Penata Musik Rekaman Indonesia
IKAPI
: Ikatan Penerbit Indonesia
MPA
: Motion Picture Assosiation
BSA
: Bussiness Software Assosiation
YRCI
: Yayasan Reproduksi Cipta Indonesia
Secara umum pembajakan karya rekaman lagu atau musik dibagi
atas beberapa kategori sebagai berikut :
Illegal copying, merupakan bentuk pembajakan berupa
pembuatan kompilasi lagu-lagu atau album-album yang sedang hits dan populer
dari rekaman original/aslinya tanpa izin dan demi kepentingan komersial. Bentuk
pembajakan inilah yang sangat mengancam industri lagu atau musik dikarenakan
dapat mematikan kesempatan penjualan bagi beberapa album sekaligus.
Counterfeiting, merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan
dengan memperdagangkan produk bajakan berupa album yang sedang laris,
kemasannya di reproduksi mirip dengan aslinya sampai dengan detail sampul album
dan susunan lagunya pun dibuat sama dengan album aslinya. Ini bertujuan untuk
mengelabui konsumennya agar konsumennya menyangka bahwa produk bajakan ini
original/asli dan harganya murah.
Bootlegging, merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan
dengan cara membuat rekaman dari suatu pertunjukan langsung (live performance)
seorang penyanyi atau band di suatu tempat. Pembajakan ini juga dapat di buat
dari rekaman siaran media penyiaran (broadcasting). Nah rekaman ini kemudian
diperbanyak dan dijual dengan harga tinggi demi keuntungan yang besar. Biasanya
konsumen dari produk hasil bootlegging ini adalah orang-orang yang tidak bisa
menyaksikan pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band
pujaannya, sehingga ia rela membeli produk hasil bootlegging ini meskipun
ilegal dan harganya mahal. Praktek bootlegging ini selain merugikan penyanyi
atau bandnya itu sendiri juga sangat merugikan produser program yang
bersangkutan.
Menyadari akan pentingnya perlindungan hukum terhadap Hak
Cipta demi menumbuhkan gairah mencipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan
sastra. Pemerintah Indonesia secara terus menerus berusaha untuk memperbaharui
peraturan perundang-undangannya di bidang Hak Cipta demi menyesuaikan diri
dengan perkembangan yang ada, baik perkembangan di bidang ekonomi maupun di
bidang teknologi. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknyaUndang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 1997.
Namun usaha yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam
rangka perlindungan terhadap karya cipta ini ternyata belum membuahkan hasil
yang maksimal. Ini dikarenakan dalam realitasnya, berbagai macam bentuk
pelanggaran yang dilakukan baik berupa pembajakan terhadap karya cipta,
mengumumkan, mengedarkan, maupun menjual karya cipta orang lain tanpa seizin
penciptanya ataupun pemegang Hak Ciptanya masih menggejala dan seolah-olah
tidak dapat ditangani walaupun pelanggaran itu dapat dilihat dan dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari.
Setidaknya ada beberapa faktor penyebab meningkatnya
kegiatan pembajakan Hak Cipta lagu atau musik beserta dampaknya di
Indonesia :
Kurangnya pengetahuan sebagian besar masyarakat terhadap
perlindungan Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI), khususnya mengenai Hak
Cipta lagu atau musik. Untuk itu, sangat diperlukan sekali sosialisasi akan
pentingnya Hak Cipta Kekayaan Intelektual (HAKI) terutama di bidang lagu atau
musik bagi masyarakat.
Faktor ekonomi masyarakat Indonesia sendiri yang cenderung
lebih memilih membeli lagu atau musik bajakan yang harganya relatif lebih murah
atau bahkan gratis dibandingkan dengan lagu atau musik original/aslinya. Sikap
masyarakat inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh para pelaku pembajakan Hak
Cipta khususnya di bidang lagu atau musik untuk melakukan pembajakan Hak Cipta
demi meraup keuntungan yang besar, tanpa harus bersusah payah memikirkan nasib
para pencipta yang sudah bersusah payah untuk menciptakan suatu karya tersebut.
Sikap masyarakat yang cenderung berprasangka buruk terhadap
penegakkan hukum Hak Cipta, umumnya penegakkan hukum di Indonesia yang terkesan
mengecewakan misalnya para koruptor yang bisa keluar masuk penjara, para
koruptor yang memiliki fasilitas lebih di penjara, para koruptor dengan hukuman
yang ringan, dll. Inilah yang menyebabkan lahirnya sikap semacam ketidak
pedulian terhadap pelanggaran yang terjadi dikarenakan penegakkan hukumnya yang
sudah terkesan mengecewakan.
Kemajuan teknologi ternyata membawa dampak baik dan buruk
dalam penegakkan hukum Hak Cipta. Dampak baiknya adalah seiring dengan kemajuan
teknologi terutama internet, kitadapat belanja lagu atau musik yang
original/asli di toko-toko musik online, sedangkan dampak buruknya adalah
semakin tersebarnya link-link download lagu atau musik ilegal di dunia maya
serta semakin mudahnya pembajakan karya rekaman suara di dunia nyata berkat
kemajuan teknologi yang merupakan pedang bermata dua ini.
Pembajakan Hak Cipta akibat daya beli yang rendah. Menurut
Abdul Bari, mantan Dirjen HAKI Departemen Hukum dan HAM, banyaknya pembajakan
terhadap hasil karya seseorang karena daya beli masyarakat masih
rendah. Beliau mencontohkan peredaran Video Compact Disc bajakan di
Indonesia sangat marak. Hal itu karena daya beli masyarakat rendah. Jika harus
beli Video Compact Disc orisinil yang harganya puluhan ribu rupiah, masyarakat
tidak mampu. Akibatnya, mereka memilih barang bajakan yang harganya sangat
murah.
Kurangnya tindakan hukum yang serius bagi para
pelaku tindak pidana atau para pembajak, sehingga jika keadaan ini dibiarkan
berlarut-larut maka akan menimbulkan sikap bahwa pembajakan sudah merupakan hal
yang biasa dan tidak lagi merupakan tindakan yang melanggar undang-undang.
B. Dasar Hukum
Hak cipta mempunyai dasar hukum yaitu :
UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI
Tahun 1982 Nomor 15)
UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun
1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6
Tahun 1982 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran
Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)
UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
C. CONTOH KASUS
Berita hangat mengenai pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia sekarang adalah masalah pelanggaran Inul Vizta yang dituding menggunakan lagu tanpa izin.
Gunakan Lagu Tanpa Izin, Inul Vizta DilaporkanTony Q Rastafara
Inul Daratista selaku pemilik tempatkaraoke
Inul Vizta kembali diadukan ke polisi terkait kasus hak cipta.Kali ini giliran
musisi reggae Tony Q Rastafara yang melaporkan InulVizta ke Polda Metro Jaya.
Inul dilaporkan Tony Q lantaran di tempatkaraokenya terdapat 10 lagu milik Tony
tanpa izin."Kami laporkan Inul Vista Family KTV (PT. VIZTAPRATAMA), Selasa
(26/8/2014), dengan nomor Laporan Polisi, No: 8
LP/3006/VIII/2014/PMJ/Dit Reskrimsus," kata Kuasa Hukum
Tony Q,Ferry Aswan dalam rilisnya, Minggu (31/08/2014).Tony Q mengetahui ada 10
lagu miliknya di Inul Vizta di JalanMelawai, Jakarta Selatan setelah beberapa
orang sahabat Tony karaoke ditempat tersebut pada 4 Desember 2013. Ke-10 lagu
tersebut di antaranya,Rambut Gimbal dengan Kode Lagu 89137; Cahayamu (10476);
Kangen(97790); Ngayogyakarta (97767); Om Fungky (100010); Pesta Pantai(90214);
Republik Sulap (90288); Tertanam (91703); Waiting Tresno(90317) dan Woman
(91662)."Padahal Klien kami tidak pernah memberikan izin kepada InulVista
untuk menyiarkan, mempublikasikan atau mengkomersialkan lagu-lagu Ciptaan Klien
kami," kata Ferry."Pihak Inul Vizta juga selama ini tidak pernah
membayar atau pun memberikan royalty kepada Klien kami sehingga pihak Inul VistaFamily
KTV telah mengambil keuntungan terhadap lagu-lagu CiptaanKlien kami,"
sambung Ferry.Sebelum melaporkan Inul Vizta ke Polda Metro Jaya, Ferrymengaku
telah memberikan somasi kepada Inul Vizta pada 4 Maret 2014."Dalam surat
balasannya tertanggal 10 Maret 2014, H. Herman Kamal,selaku Direktur Legal PT.
VIZTA PRATAMA menanggapi Somasi,menyatakan pihaknya tidak pernah melakukan
pelanggaran Hak Ciptadan akan menghapus semua lagu-lagu tersebut," jelas
Ferry.Ferry kemudian kembali memberikan surat balasan atas Jawabanatas Surat
Tanggapan Somasi pada 12 Maret 2014 kepada Inul Viztayang intinya telah ada
pelanggaran hak cipta. Ferry kemudianmengundang Inul Vizta untuk bertemu dan
menyelesaikan masalah bersama pada 17 Maret 2014 namun pihak Inul Vizta
tidak hadir.
Inul Vista diduga melakukan pelanggaran tindak pidana Pasal
72ayat (1) dan ayat (2) UU RI No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta."Jika
terbukti melakukan pelanggaran, PT. Vista Pratama dapatdipidana dengan pidana
penjara paling lama tujuh Tahun dan/atau denda paling banyak Rp5
miliar," jelasnya.Kasus pelanggaran hak cipta di Inul Vizta bukan kali ini
sajaterjadi. Baru-baru ini, label Nagaswara melaporkan Inul Vizta
karenamenggunakan lagu dari beberapa artis mereka tanpa izin. Band
Radja juga sempat melaporkan Inul Vizta karena memakai lagu mereka berjudul Parah
tanpa izin.Jauh sebelumnya, sejumlah pencipta lagu lawas dan
beberapa penyanyi melaporkan Inul Vizta karena memakai lagu
mereka tanpa izindan memberikan royalti.
Sumber :
https://nindavf.wordpress.com/2013/06/04/makalah-hak-cipta/
http://www.academia.edu/8539365/Makalah_Problematika_Hak_Atas_Kekayaan_Intelektual_di_Indonesia