Hak Merek
Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek: Merek adalah tanda yang berupa
gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa. Hak Atas Merek adalah hak eksklusif yang
diberikan negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek
untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau
memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya. Merek dibedakan atas
merek dagang, merek jasa dan merek kolektif.
Latar
Belakang Undang-Undang Perindustrian
Undang-undang
perindustrian mengatur berbagai macam hal yang berhubungan dengan bidang
industri. UU nomor 5 tahun 1984 didalamnya tertulis jelas mengenai
aturan-aturan tentang perindustrian. Didalam undang-undang ini juga dijelaskan
mengenai berbagai istilah dalam industri. Selain itu dalam undang-undang ini
sangatlah jelas tentang semua peraturan yang tertera dalam bidang perindustrian
yang tekah dibagi menjadi beberapa bab dan beberapa pasal. Undang-undang
perindustrian juga mengatur salah satunya dalam undang-undang perindustrian bab
V pasal 13 diaman berisi tentang izin usaha industri, dalam pasal 13 berisi
bahwa:
Izin Usaha
Industri
Pasal 13
Setiap
pendirian perusahaan industri baru maupun setiap perluasannya wajib memperoleh
Izin Usaha Industri.
Pemberian
Izin Usaha Industri terkait dengan pengaturan pembinaan dan pengembangan
industri.
Kewajiban
memperoleh Izin Usaha Industri dapat dikecualikan bagi jenis usaha tertentu
dalam kelompok industri kecil.
Ketentuan
mengenai perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Wilayah Industri
Wilayah
pusat pertumbuhan industri. Dalam hal pusat dari wilayah industri merupakan
suatu tempat yang merupakan sentral dari kegiatan pembangunan industri dan
produksi industri. Dalam hal ini diatur oleh pemerintah (tertulis pada pasal 20
UU No. 5 tahun 1984).
Industri
dalam hubungannya dengan sumber daya alam dan lingkungan hidup diatur dalam
pasal 21 UU No. 5 tahun 1984 dimana perusahan industri di wajibkan:
Melaksanakan
upaya keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan kerusakan
terhadap lingkungan.
Pemerintah
wajib membuat suatu peraturan dan pembinaan berupa bimbingan dan penyuluhan
mengenai pelaksanaan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh proses
industri.
Kewajiban
ini dikecualikan bagi para industri kecil.
Ketentuan
Pidana
Dalam hal
ketentuan hukum pidana telah diatur oleh UU No.5 tahun 1984 dimana bentuk
sanksi berupa pidana kurungan dan pencabutan hak izin usaha. Selain itu juga
diatur dalam undang undang lain yang tidak bertentangan dengan UU No.5 tahun
1984.
Pengertian
Konvensi
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, konvensi dapat diartikan sebagai :
Permufakatan
atau kesepakatan (terutama mengenai adat, tradisi)
Perjanjian
antarnegara, para pengusaha pemerintah.
Konvensi
bisa merupakan kumpulan norma yang diterima secara umum. Konvensi juga adalah
pertemuan sekelompok orang yang secara bersama-sama bertukar pikiran,
pengalaman dan informasi melalui pembicaraan terbuka, saling siap untuk
mendengar dan didengar serta mempelajari, mendiskusikan kemudian menyimpulkan
topik-topik yang dibahas dalam pertemuan dimaksud. Konvensi merupakan suatu
kegiatan berupa pertemuan sekelompok orang (negarawan,usahawan, cendekiawan,
dan sebagainya) untuk membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
kepentingan bersama. Secara umum konvensi merupakan suatu bentuk kebiasaan
dan terpelihara dalam praktek serta tidak bertentangan dengan ketentuan hukum
yang berlaku. Dalam konteks hukum internasional sebuah konvensi dapat berupa
perjanjian internasional tertulis yang tunduk pada ketentuan hukum kebiasaan
internasional, yurisprudensi atau prinsip hukum umum. Sebuah konvensi
internasional dapat diberlakukan di Indonesia, setelah terlebih dahulu melalui
proses ratifikasi yang dilakukan oleh DPR. Berikut ini merupakan
konvensi-konvensi tentang hak cipta:
Konvensi
Berner
Konvensi
Berner yang mengatur tentang perlindungan karya tulis dan artistik,
ditandatangani di Bern pada tanggal 9 September 1986, dan telah berulang kali
mengalami revisi serta penyempurnaan. Yang menjadi obyek perlindungan hak cipta
dalam konvensi ini adalah karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala
hasil bidang sastra, ilmiah, dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan
apapun, demikian yang dapat ditangkap dari rumusan pasal 2 Konvensi Berner. Di
samping karya asli dari pencipta pertama, dilindungi juga karya-karya turunan
(salinan) seperti terjemahan, saduran, aransemen musik, dan karya fotografis.
Salah satu
hal yang paling penting dalam Konvensi Berner adalah mengenai perlindungan yang
diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Pasal 5 (setelah direvisi
di Paris tahun 1971) adalah merupakan pasal yang terpenting. Menurut pasal ini
para pencipta akan menikmati perlindungan yang sama seperti diperoleh mereka
dalam negara sendiri atau perlindungan yang diberikan oleh konvensi ini.
Konvensi
Berner telah mengalami beberapa revisi. Revisi yang penting artinya terutama
bagi negara-negara dunia ketiga adalah revisi di Stockholm tanggal 14 Juli 1967
yang memuat suplemen perjanjian utama yang memperhatikan kepentingan
negara-negara berkembang (Developing Countries).
Dalam pasal
21 naskah Konvensi Berner hasil protokol Stockholm ditentukan:
“Ketentuan-ketentuan khusus yang berkenaan dengan negara-negara berkembang dimasukkan
dalam appendix tersendiri yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
konvensi ini.”
Berdasarkan
protokol Stockholm tersebut maka negara-negara berkembang memperoleh
pengecualian mengenai perlindungan yang diberikan oleh Konvensi Berner. Pengecualian
tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang meratifikasi protokol perjanjian
utama Konvensi Berner. Negara yang ingin melakukan pengecualian semacam itu
dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau budayanya.
Pengecualian tersebut dapat dilakukan terhadap:
Hak
terjemahan
Jangka waktu
perlindungan
Hak mengutip
artikel-artikel berita pers
Hak
melakukan siaran radio
Perlindungan
karya sastra dan seni semata-mata untuk pendidikan, ilmu, atau sekolah.Protokol
Stockholm juga memuat kemungkinan memperoleh lisensi (ijin) secara paksa untuk
menerjemahkan karya cipta luar negeri. Di samping itu, memuat juga ketentuan
mengenai pembatasan jangka waktu perlindungan hak cipta. Ketentuan 50 tahun
dalam Konvensi Berner, melalui protokol Stockholm untuk negara berkembang
dikurangi menjadi 25 tahun setelah meninggalnya pencipta.
Konvensi Hak
Cipta Universal 1955
Merupakan
suatu hasil kerja PBB melalui sponsor UNESCO untuk mengakomodasikan dua aliran
falsafah berkaitan dengan hak cipta yang berlaku di kalangan masyarakat
inrernasional. Di satu pihak ada sebagian angota masyarakat internasional yang
menganut civil law system, berkelompok keanggotaannya pada Konvensi Bern, dan
di pihak lain ada sebagian anggota masyarakat internasional yang menganut common
law system berkelompok pada Konvensi-Konvebsi Hak Cipta Regional yang terutama
berlaku di negara-negara Amerika Latin dan Amerika serikat.
Untuk
menjembatani dua kelompok yang berbeda sistem pengaturan tentang hak cipta ini,
PBB melalai UNESCO menciptakan suatu kompromi yang merupakan: “A new common
dinamisator convention that was intended to establist a minimum level of
international copyright relations throughout the world, without weakening or
supplanting the Bern Convention”.
Pada 6
September 1952 untuk memenuhi kepatuhan adanya suatu Common Dinaminator
Convention lahirlah Universal Copyright Convention (UCC) yang
ditandalangani di Jenewa kemudian ditindaklanjuti dengan 12 ratifikasi yang
diperlukan untuk berlakunya pada 16 September 1955. Ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan menurut Pasal 1 konvensi antara lain:
Adequate and
Effective Protection. Menurut Pasal I konvensi setiap negara peserta perjanjian
berkewajiban memberikan perlindungan hukum yang memadai dan efektif terhadap
hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta.
National
Treatment. Pasal II menetapkan bahwa ciptaan-ciptaan yang diterbitkan oleh
warga negara dari salah satu negara peserta perjanjian dan ciptaan-ciptaan yang
diterbitkan pertama kali di salah satu negara peserta perjanjian, akan
meemperoleh perlakuan perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diberikan
kepada warga negaranya sendiri yang menerbitkan untuk pertama kali di negara
tempat dia menjadi warga negara.
Formalities.
Pasal III yang merupakan manifestasi kompromistis dari UUC terhadap dua aliran
falsafah yang ada, menetapkan bahwa suatu negara peserta perjanjian yang
menetapkan dalam perundang-undangan nasionalnya syarat-syarat tertentu sebagai
formalitas bagi timbulnya hak cipta, seperti wajib simpan (deposit),
pendaftaran (registration), akta notaries (notarial certificates) atau bukti
pembayaran royalti dari penerbit (payment of fee), akan dianggap rnerupakan
bukti timbulnya hak cipta, dengan syarat pada ciptaan bersangkutan dibubuhkan
tanda c dan di belakangnya tercantum nama pemegang hak cipta kemudian disertai
tahun penerbitan pertama kali.
Duration of
Protection. Pasal IV, suatu jangka waktu minimum sebagi ketentuan untuk
perlindungan hukum selama hidup pencipta ditambah paling sedikit 25 tahun
setelah kematian pencipta.
Translations
Rights. Pasal V, hak cipta mencakup juga hak eksklusif pencipta untuk membuat,
penerbitkan, dan memberi izin untuk menerbitkan suatu terjemahan dari
ciptaannya. Namun setelah tujuh tahun terlewatkan, tanpa adana penerjemahan
yang, dilakukan oleh pencipta, negara peserta konvensi dapat memberikan hak
penerjemahan kepada warga negaranya dengan memenuhi syarat-syarat seperti
ditetapkan konvensi.
Juridiction
of the international Court of Justice. Pasal XV, suatu sengketa yang timbul
antara dua atau lebih negara anggota konvensi mengenai penafsiran atau
pelaksanaan konvensi, yang tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan
mufakat. dapat diajukan ke muka Mahkamah lnternasional untuk dimintakan
penyelesaian sengketa yang diajukan kecuali jika pihak-pihak yang bersengketa
bersepakat untuk memakai cara lain.
Bern
safeguard Clause. Pasal XVII UCC beserta appendix merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan dari pasal ini, merupakan salah satu sarana penting untuk
pemenuhau kebutuhan ini.
Selain kedua
konvensi di atas yang mengatur mengenai hak cipta, beberapa konvensi lainnya
yang juga mengatur tentang hak cipta adalah Konvensi Roma 1961 dan Konvensi
Jenewa 1971.
Referensi :
Kamilaakhmad.blogspot.com/2012/11/pengertian-hak-merek-dan-hak-paten