Halaman

Sabtu, 11 April 2015

Terimakasih untuk pernah berani mencintaiku

Pelangi yang muncul setelah hujan sangatlah indah, matahari yang terbit dipagi hari setelah hadirnya malam sangat hangat mengenai peraba ini. Hal yang tidak pernah kufikirkan adalah mengenalmu, sesosok yang tidak pernah kuimpikan sebelumnya, sesosok yang menurutku tidak indah untuk aku lihat, sesosok yang tidak sesuai dengan apa yang aku fikirkan dapat mengalahkan indahnya mentari, langit dan pelangi.
Pada awalnya aku tidak pernah mengira bahwa ini dinamakan cinta. Getaran detak jantung, rasa gugup dan kupu-kupu yang meluap dari perut tidak pernah aku lihat ketika pertama aku melihat dan berjumpa dengan mu.
Detik demi detik aku lewati hari-hari bersamamu. Detik demi detik pula secara perlahan getaran denyut jantung ini semakin meningkat. Aku tidak pernah tahu rasa apa ini, yang aku rasakan aku ingin setiap hari aku melihatmu. Aku sungguh menyukai ketika kau melontarkan senyummu dihadapan ku. Aku sangat menyukai ketika kau berbaring disampingku. Aku sangat menyukai ketika aku memegang tanganmu. Aku sangat menyukai ketika aku memelukmu erat.
Aku pernah mengatakan bahwa aku tidak pernah menjalani hubungan selama yang kita lakukan. Mungkin ini salah satu jawaban mengapa aku bisa mencintaimu, karena pepatah bilang cinta akan timbul karena terbiasa.
Sudah satu bulan kita tidak pernah berjumpa. Tepatnya hari ini adalah tanggal 12, ya sudah terlewat beberapa hari ini untuk merayakannya, tapi untuk apa dirayakan semuanya sudah tidak seperti yang dulu.
Aku tahu aku begitu banyak mengecewakanmu, begitupun dengan engkau. Kebohongan itu masih aku ingat, kebohongan tentang rajutan cinta yang pernah engkau lakukan sama halnya denganku dan engkau. Tapi taka pa setidaknya aku mengetahui kebenarannya. Aaaaahhh aku juga masih mengingat ketika engkau melambungkan tanganmu diwajahku, ya kanan dan kiri. Tak apa mungkin lambungan itu tidak sepadan dengan kekecewaan yang pernah engkau rasakan. Aku berlapang dada menerimanya. Aku juga masih ketika memotong rambut yang berada diatas kepalaku. Aku pernah memberi tahumu hanya ibuku yang bisa memotongnya tapi engkau tidak menyukai ketika aku memiliki rambut panjang. Sudahlah kau bisa memotong aku anggap saja yang memotong itu adalah ibuku. Aku anggap saja setidaknya engkau adalah orang aku cintai. Maafkan aku membuat luka begitu dalam untukmu. Tidak usah hiraukan lukaku.
Waktu ini berjalan begitu sangat cepat. Aku tidak pernah mengira aku mengenalmu begitu cepat dan harus kehilanganmu secepat aku mengenalmu. Mungkinkah seharusnya aku tidak mengenalmu? Mungkinkah pertemuan ini seharusnya tidak terjadi? Apakah aku terlalu memaksakan hati ini untuk menerimamu? Apakah aku kurang selektif dalam memilih seseorang yang pantas mengisi hati ini? Apakah aku hanya lalai?
Arus sungai mengalir dan berakhir di muara atau laut itulah memang yang harusnya terjadi dan yang telah ditakdirkan oleh sang pencipta. Seperti halnya kematian, tidak ada orang yang tahu kapan kematian seseorang terjadi, bergitu mungkin dengan hubungan ini.
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu terngiang di fikiranku, pertanyaan-pertanyaan itu selalu mengganggu sampai aku tidak bisa bernafas. Aku begitu kecewa kenapa perpisahan ini harus terjadi. Jalan yang ia pilih memang bukan jalan yang salah. Jalan yang ia pilih benar-benar jalan yang benar dan jalan yang begitu suci. Mungkin itu alasan yang kuat untuk aku untuk membiarkannya pergi jauh dari hidupku, jauh dari dekapanku. Aku tidak melarangnya, mungkin yang harus aku lakukan adalah menjauh darinya agar ia tidak pernah sedikitpun mengingat tentang diriku.
Aku tidak pernah menyesali cinta ini, karena cinta itu setidaknya pernah mekar sepeti bunga mawar biru yang pernah engkau berikan padaku, begitu indah dan mempesona. Aku tidak pernah berhenti memandanginya. Namun cinta ini juga harus berakhir seperti bunga mawar biru itu yang mati karena termakan usia, terlihat buruk dan menjijikan.
Aku tidak pernah sama sekali melupakan detik demi detik ketika kita menjalani kisah ini. Jalan setapak yang engkau lewati menuju kamarku, masih aku ingat dentuman suaramu dan langkah kakimu. Aku tidak pernah ingin membuang jauh kenangan itu dari hidupku, karena itu adalah bagian yang pernah aku lewati dalam hidupku.

Mengenalmu adalah hal terindah yang pernah aku rasakan di dalam hidupku, terimakasih telah meggoreskan tinta di atas kertas ku. Terimakasih untuk pernah berani mencintaiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar